Fakta Kampung Dukuh yang Menarik

Masyarakat Kampung Dukuh bertolok ukur pada mazhab Imam Syafe’I dan ajaran tasyawuf yang dididik Syekh Abdul Jalil. Beliau adalah penganut ajaran sufisme.

Fakta Kampung Dukuh

Syekh Abdul jalil ialah orang yang membuka permukiman Kampung Dukuh dan juga sosok yang dimuliakan dan dihormati di tempatwisatagarut.com.
1. Asal nama kampung Dukuh
Sejarah Kampung Dukuh bermula diawali dikala Syekh Abdul Jalil dipinta menjadi Penghulu Sumedang oleh Rangga Gempol II.  Beliau bersedia mengemban tugas yang diamanatkan oleh Rangga Gempol II yang kala itu menjadi Bupati Sumedang asal dua persyaratan terpenuhi.
Persyaratan yang diajukin berisi seputar kepatuhan pada tata tertib syara. Sayangnya, persyaratan yang disepakati oleh Rangga Gempol II dirusak dengan terjadinya pemberontakan yang dilaksanakannya kepada kerajaan Banten.
Syekh Abdul Jalil yang kala itu berada di Mekkah, sedih mendengar insiden yang terjadi di areanya. Sekembalinya dari Mekkah, beliau bermunajat minta tanda daerah mana yang pantas untuk beliau tinggal untuk mengajari agama Islam.
Lalu, suatu malam beliau memandang spot sinar yang jatuh di antara sungai Ci Mangke dan Ci Pasarangan. Konon daerah hal yang demikian ialah cikal bakal Kampung Dukuh yang kita saksikan hari ini.
Daerah yang kemudian dinamai Kampung Dukuh ini mulanya dihuni oleh sepasang suami istri yang kemudian memberikan kampungnya terhadap Syekh Abdul Jalil. Di sinilah beliau mengajari ajaran Islam hingga alhasil Kampung Dukuh banyak dihuni oleh masyarakat.
2. Mengendalikan Teguh Tata Undang-undang Didasari Hijab Syara
Masyarakat Kampung Dukuh diketahui dengan kepatuhannya pada regulasi dan ajaran islam yang diketahui dengan tata tertib syara. Ajaran ini terefleksi dari keseharian masyarakat. Ada sebagian regulasi syara yang amat dibatasi teguh masyarakat hingga kini, yakni menjaga jilbab.
Undang-undang yang dimaksud di sini terkait dengan interaksi perempuan dan laki-laki. Perempuan dan laki-laki yang bukan mahram seharusnya menjaga jarak. Selain ini didasari oleh ajaran islam yang mereka anut.
Undang-undang itu, masyarakat dilarang selonjoran kaki menghadap ke utara. Ini disebabkan di arah hal yang demikian terdapat makam karomah Syekh Abdul Jalil yang mereka hormati. Selonjoran kaki menghadap arah hal yang demikian sama saja berlaku tak sopan pada beliau.
Selain lain berlaku dikala berziarah. Tak masyarakat atau siapa bahkan berziarah ke makam Syekhh Abdul Jalil, mereka dilarang mengenakan perhiasan dan menerapkan baju dalam serta dianjurkan menerapkan baju polos. Telah ini menyimbolkan kesederhanaan khas Kampung Dukuh.
3. Ketika Ada Azan
Tak adalah kultur bahwa bedug, Azan dan Iqamat adalah penanda waktu sholat. Tak suara bedug terdengar bertalu-talu, segala muslim yang telah balig diharuskan untuk menunaikan ibadah sholat sesudah sebelumnya menjalankan wudhu.
Akan melainkan, hal hal yang demikian tak terjadi di Kampung Dukuh. Di kampung yang masih asri dan amat menjaga ajaran Islam ini, penanda waktu sholat hanyalah bunyi bedug. Ketika ada Azan atau bahkan Iqamat yang terdengar seperti layaknya di kawasan lain.
Natural tiba waktu sholat, salah seorang warga akan menabuh bedug besar yang terdapat di mesjid kampung. Tabuhan bedug penanda waktu sholat ini dibagi menjadi tiga ronde. Pada tabuhan pertama, pemukul bedug akan menabuh bedug satu kali sebagai pertanda warga bersiap-siap datang ke mesjid.
Tabuhan kedua, bedug dipukul dua kali yang adalah pedoman jamaah di mesjid mengerjakan sholat sunah rawatib. Tabuhan bedug ketiga yang dipukul tiga kali ialah pedoman sholat seharusnya akan dilakukan.
4. Kampung Dukuh
Tak dapat kita pungkiri modernisasi merubah hampir segala tatanan kehidupan manusia. Perilaku dan gaya hidup sehari-hari yang mengalami perubahan menjadi salah satu format adanya modernisasi. , hal ini tak kita lihat di Kampung Dukuh.

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *